Tafsir Sains: Laba-laba dalam Al Qur'an


A.                Al Qur’an Surah Al Ankabut (29) : 

مثل الذين اتخذوامن دون الله أولياء كمثل العنكبوت اتخدت بيتا. و إنّ اوهن البيوت لبيت العنكبوت ز لو كانوا يعلمون

41. perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.

B.                 Pandangan Mufassir

Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam karyanya, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an volume 10[1] menjelaskan bahwa kata matsal (مثل) sering kali diartikan “peribahasa”. Makna ini tidak sepenuhnya benar. Peribahasa biasanya singkat dan populer, sedangkan matsal al Qur’an tidak demikian. Bahkan ia sering kali panjang sehingga tidak sekedar mempersamakan satu hal dengan hal yang lain, tetapi mempersamakannya dengan beberapa hal yang saling berkaitan. Pada ayat di atas yang dipersamakan dengan penyembahan kaum musyrikin itu bukan sekedar laba-laba. Tetapi laba-laba yang membuat rumah, dan bukan sekedar pembuatan rumah, tetapi juga dengan melukiskan rumah yang dibuatnya dengan bersusah payah.
Kata ittakhazu (اتخذوا) demikian juga ittakhazat (اتخذت) terambil dari kata akhaza (أخذ) yang mengandung banyak makna, antara lain mengambil dan menjadikan. Penambahan huruf ta (ت) pada kata tersebut mengandung makna kesungguhan dan susah payah. Manusia akan dengan mudah menjalankan hal yang sejalan dengan fitrahnya. Contoh, seseorang mengambil sesuatu dengan tangannya akan terasa lebih mudah daripada mengambilnya dengan kaki. Karena fitrah dari tangan ialah untuk mengambil atau memegang sesuatu, sementara kaki untuk berjalan. Apabila kita menyalahi fitrah dengan cara menggunakan tangan untuk berjalan atau kaki untuk mengambil, misalnya. Maka ia akan menemukan kesulitan dalam melakukannya. Begitupun fitrah untuk bertauhid. Manusia dihiasi dengan fitrah tersebut, sehingga ia harus bersusah payah untuk melawan fitrah tersebut jika melakukan musyrik. Itupun pada akhir hayatnya, paling tidak sesaat sebelum kematiannya, ia akan kembali kepada fitrah itu.[2]
Laba-laba atau al ankabut (العنكبوت) adalah serangga besar berkaki delapan berwarna abu-abu kehitam-hitaman. Serangga ini biasa menjalin jaring dari benang sutra yang dihasilkan dari perutnya sebagai sarang sekaligus perangkap mangsa. Laba-laba bermacam-macam.[3] Penggunaan bentuk kata singular (mufrad) dalam penyebutan kata al ‘ankabut. Kata ‘ankab dalam bahasa Arab mempunyai arti binatang yang membuat rajutan di udara atau di mulut sumur, yang berupa jaring dari benang-benang tipis. Dalam bahasa Arab kata ini termasuk dalam gender wanita (feminin). Selain itu, kata ini disebut dalam format singular (tunggal).[4] Ketiga hal ini: makna kata, kefeminimannya, dan format singular memeang saling terkait dalam kehidupan nyata. Hal ini karena oknum yang paling berperan dalam pembuatan “rumah” adalah laba-laba betina, laba-laba jantan tidak berperan sama sekali, karena yang memiliki kelenjar sutra hanya laba-laba betina.[5]
Dr. Nadiah Tayyarah dalam karyanya, Buku Pintar Sains Dalam Al Qur’an Mengerti Mukjizat Ilmiah Firman Allah[6] menjelaskan bahwa seorang professor di bidang serangga mengatakan bahwa pada firman Allah swt “seperti laba-laba yang membuat rumah” terdapat kemukjizatan ilmiah. Yang membangun rumah adalah laba-laba betina sehingga pada kata “membuat” (اتّخدت) terdapat penanda perempuan (مؤنث) yang berupa huruf ta ta’nits (ت). Laba-laba betina lah yang merangkai rumah. Lalu ia mempersilahkan laba-laba jantan untuk masuk seraya berdiri di depannya dengan gerakan-gerakan memesona dan nyanyian merdu agar si jantan mau masuk ke dalam rumah. Setelah terjadi proses pembuahan, laba-laba betina akan memakan laba-laba jantan –jika si jantan tidak berhasil melarikan diri. Si betina pun akan memakan anak-anaknya- jika mereka tidak berhasil melarikan diri.[7] Anak laba-laba pun akan saling memakan satu sama lain. Jadi, rumah laba-laba memang rumah “berantakan” karena hubungan individu-individu di dalamnya rapuh, di samping bangunannya pun lemah. Dengan demikian Al Qur’an mengumpulkan dua kelemahan rumah laba-laba dalam satu perkataan saja.
Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam tafsirnya[8] menambahkan dengan mengutip pendapat Al Biqa’i dan Thaba’thaba’i serta banyak pakar bahasa yang lain yang mengemukakan bahwa kata alankabut dapat menunjukan format feminine atau maskuline. Namun disini menurut Al Biqa’i, Al Qur’an menggunakan bentuk feminine untuk mengisyaratkan kelemahannya.
Beliau[9] melanjutkan, kata auhan (أوهن) terambil dari kata wahn (وهن) yang berarti lemah atau rapuh. Kelemahan sarang laba-laba -untuk menjadi tempat perlindungan sepintas terlihat sangat menonjol. Anda dapat memporak-porandakan sarang itu dengan satu jari saja. Sekali lagi di sini kita kembali membaca penjelasan yang dipaparkan oleh Mustafa Mahmud. Menurutnya, benang-benang yang dihasilkan oleh laba-laba jauh lebih kuat daripada baja dalam kadar yang sama dan lebih lentur dari sutera. Itu sebabnya- masih menurut Mustafa Mahmud- ayat di atas tidak menyatakan sesungguhnya serapuh-rapuh benang adalah benang laba-laba. Tapi menyatakan (وإنّ أوهن البيوت لبيت العنكبوت) wa inna auhana al buyut labayt al ankabut/ sesungguhnya serapuh-rapuh rumah/ sarang adalah sarang laba-laba.
Rumah laba-laba merupakan rumah yang paling lemah diantara rumah-rumah lainnya dilihat dari dua aspek, baik itu secara hakiki (asli) ataupun majazi. Ini dipelajari lebih terperinci dalam pengetahuan tentang dirasah hewan di bumi. [10]
Pendapat ini diperkuat dan dirinci oleh Prof. Dr. Mukhlis Hanafi dkk dalam karyanya, Tafsir Ilmi: Hewan Dalam Perspektif Al Qur’an Dan Sains. Beliau menjelaskan bahwa kelemahan[11] dalam ayat ini bisa dilihat dari beberapa kategori
1.      Secara fisik
Rumah laba-laba memang terbuat dari benang sutera, namun ia memiliki banyak lubang besar. Sehinggga tidak mampu melindungi penghuninya dari panas matahari dan dinginnya malam serta tidak mellindungi dari hujan dan pemangsa.
2.      Segi Spiritual
Rumah ini dianggap lemah karena tidak adanya cinta dan kasih sayang sebagai pondasi spiritual. Betina yang telah dibuahi oleh jantan akan membunuh pasangannya, bahkan beberapa spesies, laba-laba betina akan mati setelah bertelur. Anak-anaknya pun akan saling memakan untuk bisa keluar dari ruangan tempat penyimpanan telur dan mempertahankan hidupnya.
3.      Frasa” apabila mengetahui
Frasa yang terdapat pada akhir ayat ini mungkin saja menunjukan bahwa makna ayat ini belum di fahami oleh orang-orang yang kepadanya diturunkan Al Qur’an 14 abad yang lalu dan baru bisa ditemukan setelah melalui beberapa penelitian untuk disebarluaskan kepada masyarakat.

C.                Pandangan Pakar Sains

Dibawah ini dijelaskan beberapa pandangan para pakar serangga tentang laba-laba.
1)        Laba-laba mempunyai kelenjar di dalam perutnya. Dari kelenjar itu ia bisa mengeluarkan tali-tali sutera yang lembut. Setiap tali tersusun dari 4 benang dan setiap benang yang empat itu tersesun dari seribu benang halus. Dengan demikian satu tali yang dirangkai oleh laba-laba tersusun dari 4000 benang halus. Para peneliti baru tentang serangga menyebutkan seandainya 4 milyar benang laba-laba dikumpulkan jadi satu benang, ketebalannya tidak akan melebihi ketebalan sehelai rambut.
Dengan benang inilah laba-laba menyusun jaring-jaring yang sangat halus, dimulai dengan membuat simpul pusat dan dilanjutkan dengan membuat sambungan-sambungannya. Ia melapisi jaring-jaringnya itu dengan zat pelengket. Kemudian ia bersandar ditengahnya sembari menunggu serangga buruannya terperangkap masuk jaring. Setelah buruan nya terperangkap, laba-laba mengikat mangsanya dengan benang lain dan meracuninya dengan racun yang terdapat pada kelenjarnya. Lalu ia akan membunuh mangsanya dengan sepasang alat lancip yang menyerupai gantungan daging. Laba-laba kemudian memakan mangsanya dengan cara menyedot cairan yang membentuk tubuh serangga dengan mulutnya untuk disalurkan ke perut.


Gambar 1
Dari kiri atas searah jarum jam;
urutan pembuatan rumah laba-laba (Sumber:xs4all.nl)

2)        Baru-baru ini terungkap bahwa jaring laba-laba tidak bisa bertahan lebih dari satu malam. Setelah semalam ia tidak bisa lagi digunakan untuk berburu mangsa karena telah mengering dan zat pelengketnya tidak lengket lagi. Jaring ini pun rusak ketika fajar menyingsing, setelah ia menunaikan tugasnya pada waktu malam. Sehingga rumah laba-laba sangatlah rapuh dan hanya bisa bertahan satu malam saja.
3)        Studi-studi terkini mengungkapkan bahwa laba-laba memiliki satu sifat khusus yang tidak dipunyai mahluk hidup lainnya, laba-laba  betina berperangai sangat buruk terhadap pejantannya. Ia langsung memangsa pejantan setelah melakukan perkawinan. Rumah yang sangat rapuh baik ditinjau dari aspek moral-spiritual maupun material.
Semua jenis laba-laba membuat semacam kepompong tempat mereka menyimpan telurnya. Kepompong ini berfungsi melindungi telur dari berbagai hal yang membahayakan, seperti jamur, perubahan suhu dan unsur iklim serta dari kerusakan mekanik lainnya. Beberapa jenis memilih membuat kepompong dan menggantungkannya pada jaring. Namun beberapa jenis lebih memilih menginggalkan kepompong dan menyerahkan nasibnya kepada samaran yang dibuatnya.[12]
Beberapa kelompok masyarakat memanfaatkan rajutan jaring laba-laba untuk beberapa keperluan. Masyarakat nelayan di kawasan samudera pasifik banyak menggunakan jaring laba-laba nephila sebagai umpan memancing ikan. Masyarakat kepulauan New Hebrides memintal jaring klaba-laba untuk membuat wadah guna membawa keperluan tertentu, seperti mata anak panah dan racunnya, atau kantong tembakau. Beberapa suku di Papua Nugini memanfaatkan jaring laba-laba untuk topi saat hujan.[13]
Pada tahun 1709, seorang warga negara Perancs bernama Bon de Saint-Hlaire mencoba menggunakan kepompong laba-laba sebagai bahan sutera. Usaha ini dinilai tidak menguntungkan karena membutuhkan 1,3 juta kepompong laba-laba untuk membuat satu kilogram sutera saja. Di Madagaskar juga pernah ada usaha demikian. Caranya dengan “memerah” bahan benang sutera dari laba-laba Nephila, usaha ini akhirnya juga dihentikan karena berbagai kendala.[14]
Selanjutnya, Prof. Dr. Quraish Shihab[15] -dengan mengutip pendapat Sayyid Quthub- menjelaskan bahwa setelah ayat sebelum ini berbicara tentang kebinasaan para tirani dan pendurhaka sepanjang masa, dan setelah berbicara tentang fitnah, cobaan, rayuan dan siksaan, Allah memberikan perumpamaan untuk menggambarkan satu hakikat menyangkut kekuatan-kekuatan yang saling bersaing. Perumpamaan ini menyatakan bahwa disana ada satu kekuatan, yaitu kekuatan Allah sedangkan kekuatan selain-Nya adalah kekuatan mahluk, yang lemah dan rapuh. Seiapa yang berlindung kepada kekuatan mahluk, maka dia seperti laba-laba yang lemah, berlindung pada benang-benang yang rapuh. Laba-laba demikian juga sarang perlindungannya, keduanya sama rapuh dan lemah.

D.                Analisis Penulis

Penulis menemukan beberapa kesamaan redaksi antara Tafsir Al Mishbah karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab dan Tafsir Ilmi karya Prof. Dr. Mukhlis Hanafi, dkk. Hal ini mungkin saja karena pandangan Prof. Dr. M. Quraish Shihab juga yang digunakan dalam Tafsir Ilmi sebagaimana dalam Tafsir Al Mishbah, mengingat beliau juga tergabung dalam Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur’an (LPMA) dan dalam hal ini merangkap sebagai panitia penyusun Tafsir Ilmi. Namun dalam Tafsir Ilmi ditambahkan dengan pendapat para pakar dalam bidang sains untuk membuka wawasan keilmuwan pembaca, sebagaimana dalam Tafsir Al Mishbah juga ditambahkan pendapat para mufassir dalam menafsirkan kata per kata.
Demikian juga dengan pendapat Dr. Nadiah Tayyarah dalam Buku Pintar Sains dalam Al Qur’an dan Dr. Zaghul Raghib Muhammad Al Najar dalam Tafsir Al Ayat Al Kauniyah. keduanya mungkin saja menjelaskan hasil penelitian (pengamatan) dalam karyanya, sehingga ditemukan metode pemaparan yang relatif mirip satu sama lain. Sehingga dari kedua karya ini pembaca mampu membuka cakrawala pengetahuan terkait ayat kauniyah (alam semesta) dengan berpedoman ayat qauliyah (Al Qur’an) sebagai hudan (petunjuk).


[1] Prof. Dr. M Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an volume 10 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 497
[2] Prof. Dr. M Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an volume 10 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 498
[3] Prof. Dr. M Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an volume 10 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 499
[4] Sebagai bandingan, lihat  Tafsir Al Ayat Al Kauniyah Fi Al Qur’an Al Karim juzz 2 karya Al Ustadz Dr. Zaghul Raghib Muhammad Al Najar, ( Kairo: Maktabah al Syuruq Al Dauliyah, 2007), h. 416. Beliau menjelaskan hal serupa dengan redaksi yang sama.
[5] Prof. Dr. Mukhlis Hanafi, dkk., Tafsir Ilmi: Hewan Dalam Perspektif Al Qur’an Dan Sains (LPMA Balitbang Kemenag RI),  h. 273
[6] Dr. Nadiah Tayyarah, Buku Pintar Sains dalam Al Qur’an Mengerti Mukjizat Ilmiah Firman Allah (Jakarta: zaman, 2013), h. 610-611
[7] Sebagai bandingan, Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah dengan mengutip pendapat Mustafa Mahmud yang mengemukakan hal yang sama, bahkan beliau menambahkan bahwa telur laba-laba yang menetas pun saling menindih dan sebagian diantaranya mati
[8] Prof. Dr. M Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an volume 10 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 499
[9] Prof. Dr. M Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an volume 10 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 500
[10] Al Ustadz Dr. Zaghul Raghib Muhammad Al Najar, Tafsir al ayat al kauniyah fi al qur’an al karim juzz 2 ( Kairo: Maktabah al Syuruq Al Dauliyah, 2007), h. 414
[11] Prof. Dr. Mukhlis Hanafi, dkk., Tafsir Ilmi: Hewan Dalam Perspektif Al Qur’an Dan Sains (LPMA Balitbang Kemenag RI),  h. 274
[12] Prof. Dr. Mukhlis Hanafi, dkk., Tafsir Ilmi: Hewan Dalam Perspektif Al Qur’an Dan Sains (LPMA Balitbang Kemenag RI),  h. 282
[13] Prof. Dr. Mukhlis Hanafi, dkk., Tafsir Ilmi: Hewan Dalam Perspektif Al Qur’an Dan Sains (LPMA Balitbang Kemenag RI),  h. 282
[14] Prof. Dr. Mukhlis Hanafi, dkk., Tafsir Ilmi: Hewan Dalam Perspektif Al Qur’an Dan Sains (LPMA Balitbang Kemenag RI),  h. 282
[15] Prof. Dr. M Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an volume 10 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 500

Title : Tafsir Sains: Laba-laba dalam Al Qur'an
Description : A.                 Al Qur’an Surah Al Ankabut (29) :  مثل الذين اتخذوامن دون الله أولياء كمثل العنكبوت اتخدت بيتا. و إنّ اوهن البيوت لب...

0 Response to "Tafsir Sains: Laba-laba dalam Al Qur'an"

Posting Komentar