blog ini bukan hanya berisi tentang pengetahuan duniawi tapi juga dihiasi oleh pengetahuan ukhrowi agar pembaca dapat benar-benar memahami makna kehidupan
السّلام عليكم Langsung saja ya.. biar cepet faham [ngerti], saya selipkan pertanyaan PERTANYAAN : Aguezy Luagie Nyuantae
السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Åϑa̯͡ª sebuah perdebatan
masalah MLM haram /
gak nie...........??!!
Silakan.................???!! JAWABAN : Alif Jum'an Azend
Wa'alaykumus salaam
. . .
Bisnis Beranak Cucu
Bagaimana hukum bisnis Multi Level Marketing (MLM). Contoh Si A
mendaftar dengan membayar uang umpama Rp 150.000, maka si A masuk
level I. Kemudian si A berhasil merekrut dua orang member yang juga
harus membayar Rp 150.000, pada pihak pusat. Maka si A mendapat komisi
dari masing-masing member Rp
25.000. Jadi Rp 25.000 x 2 member = Rp 50.000.
Kedua downline level I, masing-masing berhasil merekrut 2 member, berarti
jumlah member dua, empat orang dan pendapatan si A = Rp 20.000, akumulasi Rp 70.000.
Ketiga... dan seterusnya.
Hingga meraup rupiah sampai jutaan dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya. Bisnis ini dijuluki bisnis "Anak Cucu"
Jawaban
Dalam bisnis Multi Level Marketing seperti contoh yang anda berikan,
terdapat hal-hal yang tidak jelas, yaitu:
Kalau si A mendaftar dengan membayar Rp 150 ribu
Mendaftar sebagai apa?
Uang Rp 150 ribu diserahkan kepada siapa dan bagaimana akadnya? Apakah
akad jual beli, atau akad hutang piutang, atau akad syirkah, atau akad
qiradl, atau akad shadaqah, atau akad apa lagi?
Kalau si A berhasil merekrut dua orang member yang juga
membayar kepada pusat masing-masing
Rp 150.000,- si A mendapat komisi sebanyak 2 X Rp 25.000,- = Rp
50.000,- . Dari mana uang Rp 50.000,- diberikan oleh pusat kepada si A?
Dan bagaimana akadnya?
Andaikata si A tidak berhasil merekrut orang lain untuk
bermain dalam bisnis MLM ini, dapatkah uang yang telah dibayarkan oleh si A ditarik kembali. Demikian
pula halnya dengan dua orang yang telah direkrut oleh si A, jika dia
tidak dapat merekrut orang lain lagi, dan menginginkan uangnya kembali, dapatkah si A/pusat bertanggung jawab?
Kalau saya amati dari contoh yang anda berikan mengenai bisnis
Multi Level Marketing ini, maka bisnis ini jelas-jelas tidak termasuk muamalah yang
diperbolehkan dalam agama
Islam seperti: bai', silm, rahn, hijr, suluh, hiwalah, dlaman, kafalah,
syirkah, qiradl, wakalah, wakalah, iqrar, 'arah, syuf'ah, musafah,
ju'alah, ijarah, wakaf, hibah dan wadi'ah yang jelas akadnya dalam
syariat agama Islam.
Bisnis yang tidak jelas akadnya seperti ini pada akhirnya
pasti banyak pihak yang dirugikan yaitu orang-orang yang tidak lagi bisa merekrut member.
Yang jelas, kalau tidak merugikan dri sendiri, pasti merugikan orang
lain. Dan hal ini dilarang oleh Rasulullah saw:
اَلضَّرَرُ يُزَالُ .
Perbuatan yang merugikan itu harus dilenyapkan.
[Bahtsul Masaail PP Nurul Hudaa/1999]
===============
KEPUTUSAN MUSYAWAROH
TAHUNAN KE-34 PONPES MUS KARANGMANGU
SARANG REMBANG
01. Deskripsi masalah.
Krisis ekonomi telah memberikan implikasi terhadap lemahnya daya beli
masyarakat, sementara
persaingan dibidang
usaha terus meningkat.
Hal ini mendorong beberapa perusahaan menerapkan kiat-kiat tertentu dalam memasarkan produknya, diantaranya dengan menggunakan sistem multi level marketing (MLM)
seperti CNI, DXN, Rich Exl.Pers dan lain-lain. Dalam sistem ini seseorang dapat
menjadi anggota ( distributor)
dengan cara membeli produk perusahaan tersebut dalam jumlah tertentu dan
membayar uang administrasi,
kemudian dia akan mendapatkan
komisi apabila bisa mendapatkan
anggota ( Down Line) atau point dalam jumlah tertentu, semakin banyak
anggota atau point yang diperoleh maka semakin besar pula komisi yang
didapat. Yang menarik dari sistem ini bila anggota yang dibawah
mendapat down line atau point maka anggota yang diatasnya ikut
terdongkrak (bertambah anggota atau pointnya).
Pertanyaan:
a. Termasuk kategori aqad apakah praktek MLM tersebut?
b. Apakah praktek tersebut diatas dapat dibenarkan oleh syara’?
c. Apabila tidak boleh bagaimanakah solusi bagi orang yang telah menjadi
anggota MLM?
(PP. Al-Falah Ploso Kediri)
Jawaban No . 01 Bag . A
Praktek tersebut temasuk Ju’alah dan Bai ’ yang Fasid
- Ju’alah fasidah karena :
1. Amalnya tidak ada kulfah (beban)
2. Iwadlnya ( upah ) tidak maklum ( dalam dongkraannya )
3. Ada syarat bai’ dalam akad
- Bai’ fasid karena di jadikan syarat dalam akad Ju’alah
Ibarat :
I’anatut Tholibin Juz : III Hal : 123
Alfiqh ‘alal madzahib al-arba’ah Juz : II Hal : 228
Hasyiyah Al-Syarqowi
Juz : II Hal : 53
( وعبارته ) : وهي بتثليث الجيم شرعا التزام عوض معلوم على عمل معين او
مجهول عسر علمه وأركانها اجمالا أربعة : الركن الأول العاقد وهو الملتزم
للعوض ولو غير المالك والعامل - الى أن قال – الركن الثانى الصيغة وهو من
طرف الجاعل لا العامل – الى ان قال – الركن الثالث الجعل وشرط فيه ما شرط
فى الثمن فما لايصح ثمنا لكونه مجهولا او نجسا لايصح جعله جعلا ويستحق
العامل أجرة المثل فى المجهول والنجس المقصود – الى أن قال – الركن الرابع
العمل وشرط فيه كلفة وعدم تعينه فلا جعل فيما لاكلفة فيه .
[ اعانة الطالبين الجزء الثالث ص 123 ]
( وعبارته ) : الحالة الخامسة : أن يكون الشرط مما لايقتضيه العقد ولم
يكن لمصلحته وليس شرطا فى صحته او كان لغوا ، وذلك هو الشرط الفاسد الذى
يضر بالعقد ، كما اذا قال له بعتك بستانا هذا بشرط ان تبيعنى دارك ، او
تقرضنى كذا ، او تعطينى فائدة مالية . وانما يبطل العقد بشرط ذلك اذا كان
الشرط فى صلب العقد ، أما اذا كان قبله ولو كتابة فإنه يصح إهـ .
[ كتاب الفقه على المذاهب الأربعة الجزء الثانى ص 228 ]
( وعبارته ) : ( وبيع بشرط ) كبيع بشرط بيع او قرض للنهي عنه فى خبر
أبى داود وغيره ( قوله كبيع بشرط الخ ) كبعتك ذاالعبد بألف بشرط أن تبيعنى
دارك بكذا ، او تقرضنى مائة من الدراهم ، ثم ان أوقعوا العقد الثانى بأن
باعه الدار أو أقرضه الدراهم مع علمهما بفساد الأول صح والا فلا ومحل فساد
الأول ان وقع الشرط فى صلب العقد والا فلا يضر إهـ .
[ حاشية الشرقاوى الجزء الثانى ص 53 ]
Jawaban No . 01 Bag . B
Tidak di benarkan(haram)
Ibarat :
1 . Ghoyatu talkhishil
murod Hal : 122
2 . Al–Asybah wan nadhoir Hal : 287
( وعبارته ) : ( مسئلة ) تعاطى العقود الفاسدة حرام اذا قصد بها تحقيق
حكم شرعي ويأثم العالم بذلك ويعزر لا ما صدر عنه تلاعبا او لم يقصد به
تحقيق حكم لم يثبت مقتضاه عليه إهـ .
[ غاية تلخيص المراد ص 122 ]
( وعبارته ) : القاعدة الخامسة تعاطى العقود الفاسدة حرام كما يؤخذ من
كلام الأصحاب فى عدة مواضع إهـ .
[ الأشباه والنظائر ص 287 ]
Jawaban No . 01 Bag . C
Karena dia sudah melakukan praktek akad yang tidak sah maka
dia wajib keluar dari sistem tersebut dan bila sudah menerima barang
dan komisi maka wajib mangembalikannya.
Dan dia hanya berhak mendapat ujroh misil.
Catatan :
Bagi seluruh Kaum Muslimin harap waspada dengan praktek semacam ini,
karena ada diantara sistem semacam ini melakukan penipuan.
Ibarat :
1 . Asnal Matholib Juz :II Hal : 3
2 . Al- Hawi Lil-Fatawi
Juz : I Hal : 109
)فعلى الأول ) وهو عدم صحة البيع بالمعاطاة ( المقبوض بها كالمقبوض
بالبيع الفاسد فيطالب كل صاحبه بما دفع اليه ان بقي وببدله ان تلف .
[ أسنى المطالب الجزء الثانى ص 3 ]
( وعبارته ) : اعلم ان كل من ارتكب معصية لزمه المبادرة الى التوبة
منها والتوبة من حقوق الله يشترط فيها ثلاثة أشياء أن يقلع عن المعصية فى
الحال وان يندم على فعلها وان يعزم ان لايعود اليها ، والتوبة من حقوق
الآدميين يشترط هذه الثلاثة ورابع وهو رد الظلامة الى صاحبها وطلب عفوه
عنها والإبراء منها .
[ الحاوى للفتاوى الجزء الأول ص 109 ]
====================
Transaksi Dua Aqad dalam Praktik MLM
NUonline, 27/04/2007
Dalam kajian fikih ada istilah al-‘aqdain fil ‘aqd atau al-bai’ain fi al-bai’ah yang berarti dua aqad
yang terkumpul dalam sesuatu transaksi. Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad Bin Hanbal dari Sahabat Abdullah
bin Mas’ud RA telah melarang model transaksi seperti ini.
Para fuqaha merinci penjelasan mengenai al-‘aqdain fil ‘aqd ini ke dalam tiga model.
Pertama, adanya dua harga dalam sebuah jual beli. Misalnya, jika
seseorang mengatakan
kepada orang lain, “Aku jual baju ini kepadamu dengan harga sepuluh
dirham jika tunai, dan dua puluh dirham jika hutang.” Kemudian kedua
orang tersebut berpisah dan belum ada kesepakatan tentang salah satu model jual beli tersebut.
Dikatakan bahwa jual beli semacam ini telah rusak (fasid),
karena kedua pihak yang bertransaksi
tidak mengetahui
harga mana yang dipastikan.
Asy-Syaukani
menyatakan, sebab
diharamkannya jual
beli semacam itu adalah tidak disepakatinya salah satu (aqad) harga dari dua
(aqad) harga tersebut. Akan tetapi, jika kedua orang tersebut
bersepakat tentang
salah satu aqad (harga) dari dua aqad (harga) jual beli tersebut;
misalnya pembeli menerima harga baju tersebut 20 dirham secara kredit
sebelum keduanya berpisah, maka sahlah jual beli tersebut. Sebab, harga
baju itu telah ditetapkan,
dan kedua belah pihak mengetahui
dengan jelas harga dari baju tersebut serta bentuk transaksinya.
Kedua, Imam Syafi’i, menafsirkan al-‘aqdain fil ‘aqd sebagai jual beli bersyarat. Misalnya, jika seseorang berkata
kepada orang lain, “Saya jual rumahku kepadamu dengan harga sekian,
akan tetapi engkau harus menikahkan
putramu dengan putriku.” Muamalat semacam ini menyebabkan tidak jelasnya harga.
Ketiga, al-‘aqdain
fil ‘aqd adalah memasukkan
transaksi kedua ke dalam transaksi pertama yang belum selesai.
Misalnya, jika seseorang memesan barang dalam jangka waktu satu bulan,
dengan harga yang telah ditentukan.
Ketika tempo masa telah tiba, pihak yang dipesan meminta kembali
barangnya dengan berkata kepada pemesan, “Juallah barang yang
seharusnya saya
berikan kepada anda dengan harga sekian, tapi jangkanya ditambah dua
bulan.” Jual beli semacam ini adalah fasid, sebab aqad yang kedua telah
masuk pada aqad yang pertama. Demikianlah.
Para ahli fikih sering mengkaji transaksi multi level
marketing (MLM) yang saat ini semakin beragam model melalui perspektifal-‘aqdain fil ‘aqd ini, yakni adanya dua akad dalam
satu transaksi.
Paling tidak MLM bisa diklasifikasikan kedalam tiga model: Pertama, MLM
yang membuka pendaftaran
member (posisi) dimana member tersebut harus membayar sejumlah uang
sembari membeli produk. Pada waktu yang sama juga, dia menjadi referee
atau makelar bagi perusahaan
dengan cara merekrut orang, karena ia akan mendapatkan "nilai lebih" jika berhasil merekrut
orang lain menjadi member dan membeli produk. Maka praktek MLM seperti
ini jelas termasuk dalam kategori al-‘aqdain fil ‘aqd. Sebab, dalam hal ini orang
tersebut telah melakukan transaksi jual-beli dengan pemakelaran (samsarah) secara bersama-sama dalam satu akad.
Kedua, ada MLM yang membuka pendaftaran member, tanpa harus membeli produk
meski untuk keperluan itu orang tersebut tetap harus membayar sejumlah
uang tertentu untuk menjadi member. Pada waktu yang sama membership (keanggotaan) tersebut mempunyai dampak diperolehnya bonus (poin), baik dari pembelian
yang dilakukannya di
kemudian hari maupun dari jaringan di bawahnya. Maka praktek ini juga
termasuk dalam kategori al-‘aqdain
fil ‘aqd, yakni akad membership
dan akadsamsarah
(pemakelaran).
Membership
tersebut merupakan bentuk akad, yang mempunyai dampak tertentu, yakni
ketika pada suatu hari dia membeli produk dia akan mendapatkan bonus langsung. Pada saat yang sama,
ketentuan dalam membership
tadi menetapkan
bahwa orang tersebut berhak mendapatkan bonus, jika jaringan di bawahnya
aktif, meski pada awalnya belum. Bahkan ia akan mendapat poin karena ia
telah mensponsori orang
lain untuk menjadi member.
Ketiga, MLM tersebut membuka membership tanpa disertai ketentuan harus membeli
produk, maka akad membership
seperti ini justru merupakan akad yang tidak dilakukan terhadap salah
satu dari dua perkara, zat dan jasa. Tetapi, akad untuk mendapad
jaminan menerima bonus, jika di kemudian hari membeli barang.
Ini sangat berbeda dengan orang yang membeli produk dalam
jumlah tertentu, kemudian mendapatkan bonus langsung berupa kartu diskon
yang bisa digunakan sebagai alat untuk mendapatkan diskon dalam pembelian selanjutnya. Sebab, dia mendapatkan kartu diskon bukan karena akad untuk
mendapatkan jaminan,
tetapi akad jual beli terhadap barang. Dari akad jual beli itulah, dia
baru mendapatkan
bonus. Dalam MLM model ketiga ini pihak-pihak terkait sebenarnya tidak melakukan transaksi apa-apa,
hanya melakukan semacam permainan bisnis yang mirip sekali dengan
perjudian.(A Khoirul Anam)
==============
Multi Level Marketing adalah sebuah sistem penjualan yang
belum pernah dikenal sebelumnya
di dunia Islam. Leiteratur
fiqih klasik tentu tidak memuat hal seperti MLM itu. Sebab MLM ini
memang sebuah fenomena yang baru dalam dunia marketing.
Hukum Mengikuiti
Bisnis MLM
Karena MLM itu masuk dalam bab Muamalat, maka pada dasarnya
hukumnya mubah atau boleh. Merujuk kepada kaidah bahwa Al-Aslu fil
Asy-yai Al-Ibahah.
Hukum segala sesuatu itu pada asalnya adalah boleh. Dalam hal ini
maksudnya adalah dalam masalah muamalat. Sampai nanti ada hal-hal yang
ternyata dilarang atau diharamkan
dalam syariah Islam.
Misalnya bila di dalam sebuah MLM itu ternyata terdapat
indikasi riba`, misalnya dalam memutar dana yang terkumpul. Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik kepada down
line ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar yaitu
hal-hal yang membahayakan,
merugikan atau menzhalimi
pihak lain, entah dengan mencelakakan
dan menyusahkan. Dan
tidak tertutup kemungkinan
ternyata ada unsur jahalah atau ketidak-transparanan dalam sistem dan aturan. Atau juga
perdebatan sebagian
kalangan tentang haramnya samsarah ala samsarah.
Sehingga kita tidak bisa terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal
atau haram, sebelum kita teliti dan bedah dulu `isi perut`nya dengan
pisau analisa syariah yang `tajam dan terpercaya`.
Teliti Dan Ketahui Dengan Pasti
Maka jauh sebelum anda memutuskan untuk bergabung dengan sebuah MLM
tertentu, pastikan bahwa di dalamnya tidak ada ke-4 hal tersebut, yang
akan membuat anda jauth ke dalam hal yang diharamkan Allah SWT. Carilah keterangan dan perdalam terlebih dahulu wawasan
dan pengetahuan anda
atas sebuah tawaran ikut dalam MLM, jangan terlalu terburu-buru tergiur dengan tawaran cepat kaya
dan seterusnya.
Sebaiknya anda harus yakin terlebih dahulu bahwa produk yang
ditawarkan jelas
kehalalannya, baik
zatnya maupun metodenya.
Karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga
memasarkan kepada yang
lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.
Legalisasi Syariah
Alangkah baiknya bila seorang muslim menjalankan MLM yang sudah ada legalisasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak sekedar mencantumkan label dewan syariah, melainkan yang
fungsi dewan syariahnya
itu benar-benar
berjalan. Sehingga syariah bukan berhenti pada label tanpa arti.
Artinya, kalau kita datangi kantornya, maka ustaz yang mengerti masalah
syariahnya itu ada dan
siap menjelaskan letak
halal dan haramnya.
Kepada pengawas syariah itu anda berhak menanyakan dasar pandangan kehalalan produk dan
sistem MLM itu. Mintalah kepadanya dalil atau hasil kajian syariah yang
lengkap untuk anda pelajari dan bandingkan dengan para ulama yang juga ahli
dibidangnya. Itulah
fungsi dewan pengawas syariah pada sebuah perusahaan MLM. Jadi jangan terlalu mudah dulu
untuk mengatakan
bebas masalah sebelum anda yakin dan tahu persis bagaimana dewan
syariah di perusahaan
itu memastikan
kehalalannya.
Hindari Produk Musuh Islam
Seorang muslim sebaiknya menghindari diri dari menjalankan perusahaan yang memusuhi Islam baik secara
langsung atau pun tidak langsung. Bukna tidak mungkin ternyata
perusahaan induknya
malah menjadi donatur musuh Islam dan keuntungannya bisinis ini malah digunakan untuk MEMBUNUH
saudara kita di belahan bumi lainnya.
Meski pada dasarnya kita boleh bermumalah dengan non muslim, selama mereka mau
bekerjasama yang
menguntungkan dan juga
tidak memerangi umat Islam. Tetapi memasarkan produk musuh Islam di masa kini sama saja
dengan berinfaq kepada musuh kita untuk membeli peluru yang merobek
jantung umat Islam.
Jangan Sampai Berdusta
Hal yang paling rawan dalam pemasaran gaya MLM ini adalah
dinding yang teramat tipis antara kejujuran dan dengan dusta. Biasanya,
orang-orang yang diprospek
itu dijejali dengan beragam mimpi untuk jadi milyuner dalam waktu
singkat, atau bisa punya rumah real estate, mobil built-up mahal,
apartemen mewah, kapal pesiar dan ribuan mimpi lainnya.
Dengan rumus hitung-hitungan
yang dibuat seperti masuk akal, akhirnya banyak yang terbuai dan
meninggalkan profesi
sejatinya atau yang kita kenal dengan istilah `pensiun dini`. Apalagi
bila objeknya itu orang miskin yang hidupnya senin kamis, maka semakin
menjadilah mimpi di
siang bolong itu, persis dengan mimpi menjadi tokoh-tokoh dalam dunia sinetron TV yang tidak pernah
menjadi kenyataan.
Dan simbol-simbol
kekayaan seperti memakai jas dan dasi, pertemuan di gedung mewah atau
kemana-mana naik mobil
seringkali menjadi
jurus pemasaran. Dan
sebagai upaya pencitraan
diri bahwa seorang distributor
itu sudah makmur sering terasa dipaksakan. Bahkan istilah yang digunakan pun
bukan sales, tetapi manager atau general manager atau istilah-istilah keren lain yang punya citra bahwa
dirinya adalah orang penting di dalam perusahaan mewah kelas international. Padahal -misalnya- ujung-ujungnya hanya jualan obat.
Kami tidak mengatakan
bahwa trik ini haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang bila masyarakat awam kurang luas wawasannya, bisa tertipu.
Hati-hati Dengan Mengeksploitir
Dalil
Yang harus diperhatikan
pula adalah penggunaan
dalil yang tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering kita dengar banyak
orang yang membuat keterangan
yang kurang tepat.
Misalnya bahwa Rasulullah
SAW itu profesinya
adalah pedagang . Yang benar adalah beliau memang pernah berdagang dan
ketika masih kecil memang pernah diajak berdagang. Dan itu terjadi jauh sebelum beliau
diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun. Namun setelah menjadi nabi,
beliau tidak lagi menjadi pedagang. Pemasukan (ma`isyah) beliau adalah dari harta rampasan
perang / ghanimah, bukan
dari hasil jualan atau menawarkan barang dagangan, juga bukan dengan
sistem MLM.
Lagi pula kalaulah sebelum jadi nabi beliau pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya bukan MLM. Dan Khadidjah ra
itulah buknalah Up-linenya
sebagaimana Maisarah
juga bukan downline-nya.
Jadi jangan mentang-mentang
yang diprospek itu umat Islam, atau ustaz yang punya banyak jamaah,
atau tokoh yang berpengaruh,
lalu dengan enak kita tancap gas tanpa memeriksa kembali dalil yang
kita gunakan.
Terkait dengan itu, ada juga yang berdalih bahwa sistem MLM
merupakan sunnah nabi. Mereka mengandaikannya dengan dakwah berantai / berjenjang yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW di masa itu.
Padahal apa yang dilakukan beliau itu tidak bisa dijadikan
dalil bahwa sistem penjualan berjenjang itu adalah sunnah Rasulullah SAW. Sebab ketika melakukan dakwah
berjenjang itu,
Rasulullah SAW tidak
sedang berdagang dengan memberi barang /jasa dan mendapatkan imbalan materi.
Jadi tidak ada transaksi muamalat perdangan dalam dakwah berjenjang beliau. Kalau pun ada reward, maka itu
adalah pahala dari Allah SWT yang punya pahala tak ada habisnya, bukan
berbentuk uang pembelian.
================
Jangan Sampai Kehilangan
Kreatifitas Dan
Produktifitas
MLM itu memang sering menjanjikan orang menjadi kaya mendadak, sehingga
bisa menyedot keinginan dari sejumlah orang dengan sangat besar. Dan
karena menggunakan
sistem jaringan, memang dalam waktu singkat bisa terkumpul sejumlah
orang yang siap menjual rupa-rupa produk. Harus diperhatikan bahwa bila semua orang akan
dimasukkan ke dalam
jaringan MLM yang pada hakikatnya
menjadi sales menjualkan